Perbedaan Pendapat tentang Waktu Sholat Witir
Sumber: Republika
NYANTRI--Masih dalam pembahasan witir bahwa ada beberapa riwayat dari Rasulullah yang menunjukkan sangat disunnahkan sholat tersebut dikerjakan oleh seorang muslim. Dalam sebuah hadith, riwayat dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, Nabi sallallaahu ‘alahi wa sallam bersabda:
اجْعَلُوْا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا
“Jadikanlah akhir sholat kalian pada malam hari dengan sholat witir (muttafaq ‘alaih).”
Dari hadith tersebut sudah jelas bahwa sholat tersebut sangat dianjurkan dan secara tersirat bahwa berbicara tentang waktu sholat witir itu sendiri. Waktu sholat Witir sangat luas sekali, yaitu setelah melaksanakan sholat isya sampai naiknya fajar. Fajar itu Baik dikerjakan sebelum atau sesudah sholat rawatib. Hal ini seperti halnya diterangkan dalam kitab Fath al-Mu’in:
وَ وَقْتُ الْوِتْرِ كَالتَّرَاوِيْحِ بَيْنَ صَلَاةِ الْعِشَاءِ، وَ لَوْ بَعْدَ الْمَغْرِبِ فِيْ جَمْعِ التَّقْدِيْمِ وَ طُلُوْعِ الْفَجْرِ
“Waktu witir, seperti dalam sholat tarawih, antara solat isya, walaupun setelah waktu maghrib di dalam sholat jama’ taqdim, sampai naiknya fajar (Shadiq).”
Solat witir tidak diperkenankan dilakukan di luar waktu yang telah ditentukan baik dalam keadaan menqadha’ atau memang disengaja. Berbeda dengan sholat rawatib yang bisa diqadla apabila lupa. Berbeda untuk penjelasan sebagian dari ulama yang mengunggulkan suatu pendapat. Seandainya kesalahan dari sholat isya’ seseorang itu tampak setelah melaksanakan sholat witir atau terawih, maka sholat sunnah tersebut tidak dihitung sholat sunnah mutlak.
Imam al-Malibari melanjutkan bahwa disunnahkan bagi seseorang yang yakin akan bangun sebelum datang fajar dengan sebab dirinya sendiri atau karena dibangunkan oleh orang lain, maka ia dianjurkan untuk mengakhirkan sholat witir walaupun seseorang tersebut ketinggalan sholat jamaah witir pada malam bulan ramadlan. Hal ini berlandaskan pada riwayat hadith dari Bukhari dan Muslim yang telah dicantumkan di awal.
Bagaimana jika seseorang hendak mengerjakan witir dan tahajjud? Menurut satu pendapat dia disunnahkan mengakhirkan sholat witir dari sholat malam. Apabila seseorang tidak bisa memastikan dirinya bisa bangun malam, maka sebaiknya dikerjakan pada waktu sebelum tidur, serta tidak disunnahkan untuk mengulang sholat witir. Jika seseorang mengerjakan solat witir sesudah tidur maka ia mendapatkan kesunnah witir dan tahajjud juga. Apabila tidak dilakasanakan setelah tidur, maka sholat tersebut hanya mendapatkan sunnah witir saja.
Sebagian pendapat mengatakan bahwa sholat witir sunah dilakasanakan pada saat sebelum tidur secara mutlak, kemudian setelah tidur lantas mengerjakan sholat tahajjud. Hal ini berlandaskan pada riwayat hadith dari Abu Hurairah:
أَمَرَنِيْ رَسُوْلُ اللهِ أَنْ أُوْتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ. رَوَاهُ الشَّيْخَانِ.
“Rasulullah memerintahkanku untuk melakukan sholat witir sebelum aku tidur.”
Hal ini juga yang dikerjakan oleh sahabat Abu bakar, berbeda dengan sahabat Umar bahwa beliau mengerjakan solat witir sebelum tidur, setelah bangun ia sholat tahajjud dan witir. Kemudian kedunya melaporkan hal itu kepada Rasulullah, dan beliau menjawab:
فَقَالَ: هذَا أَخَذَ بِالْحَزْمِ يَعْنِيْ أَبَا بَكْرٍ وَ هذَا أَخَذَ بِالْقُوَّةِ يَعْنِيْ عُمَرَ
“Abu Bakar melakukan hal yang lebih hati-hati, sedang ‘Umar mengandalkan kekuatannya.”
Imam al-Ghazali dalam kitabnya, al-Wasith, mengatakan bahwa: Imam Syafi’i memilih apa yang dikerjakan oleh sahabat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Wallahu a’lam.
Sumber: Imam al-Malibari, Fath al-Mu’in, (Bairut: Dar Ibnu Hazm, 2004), 161-162
Penulis: Ahmad Fatoni