Mengenal Lebih Dekat Cendekiawan Muslim Ibnu Khaldun
sumber: republika
NYANTRI--Banyak referensi yang berbeda-beda mengenai nama lengkap dari Ibnu Khaldun. Dalam Muqaddimah terjemahan Masturi Irham dan kawan-kawan, menyebutkan bahwa nama lengkap dari Ibnu Khaldun adalah Abdurrahman ibnu Khaldun al- Maghribi al-Hadrami al-Maliki. Abdurrahman ialah nama kecilnya, digolongkan kepada al-Maghribi karena ia lahir dan dibesarkan di Maghrib kota Tunisia, dijuluki al-Hadrami karena keturunannya berasal dari Hadramaut Yaman Selatan, dan bergelar al-Maliki karena ia menganut mazhab Imam Malik.
Dalam referensi yang lain, ada pula yang menyebutkan bahwa nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Waliyuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Hasan bin Jabir bin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrahman bin Khaldun. Nasab Ibnu Khaldun digolongkan kepada Muhammad bin Muhammad bin Hasan bin Jabir bin Muhammad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Khalid.
Beliau dikenal dengan nama Ibnu Khaldun karena dihubungkan dengan garis keturunan kakeknya yang kesembilan, yaitu Khalid bin Usman. Kakeknya ini merupakan orang pertama yang memasuki negeri Andalusia bersama para penakluk berkebangsaan Arab. Sesuai dengan kebiasaan orang- orang Andalusia dan Maghribi yang terbiasa menambahkan huruf wow (و) dan nun (ن) dibelakang nama-nama orang terkemuka sebagai penghormatan dan takzim, maka nama Khalid pun berubah kata menjadi Khaldun.
Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia, Afrika Utara, pada 1 Ramadhan 732 H/27 Mei 1332 M, dari keluarga pendatang dari Andalusia, Spanyol Selatan, yang pindah ke Tunisia pada pertengahan abad VII H. Ayahnya bernama Abu Abdullah Muhammad, yang wafat pada tahun 749 H/1348 M akibat wabah pes yang melanda Afrika utara dan meninggalkan lima orang anak. Ketika itu Ibnu Khaldun masih berusia 1 tahun.
Pendidikan Ibnu Khaldun
Masa pendidikan ini dilalui Ibnu Khaldun di Tunisia dalam jangka waktu 18 tahun, yaitu antara tahun 1332-1350 M. Ibnu Khaldun mengawali pendidikannya dengan membaca dan menghafal al-Qur’an. Seperti kebiasaan yang membudaya pada masanya, pendidikan Ibnu Khaldun dimulai pada usia yang dini, dengan pengajaran yang ketat dari guru pertamanya, yaitu orangtuanya sendiri. Kemudian barulah beliau menimba berbagai ilmu dari guru-guru yang terkenal pada masanya sesuai dengan bidangnya masing- masing. Misalnya, mempelajari bahasa Arab dengan sastranya, al-Qur’an dengan tafsirnya, hadis dengan ilmu-ilmunya, ilmu tauhid, fikih, filsafat dan ilmu berhitung.
Menurut Ibnu Khaldun, al-Qur’an ialah sebagai pendidikan awal dan menjadi landasan dalam konsep Islam. Al-Qur’an adalah bagian yang paling penting dalam kehidupan seorang Muslim, karena merupakan sumber utama pengetahuan dan bimbingan bagi manusia.
Beberapa gurunya yang berjasa dalam perkembangan intelektualnya, yaitu: Abu 'Abdullah Muhammad ibnu Sa'ad bin Burral al-Anshari dan Abu al-'Abbas Ahmad bin Muhammad al-Bathani dalam ilmu al-Qur’an (qira'at), Abu ‘Abdillah bin al-Qushshar dan Abu ‘Abdillah Muhammad bin Bahr dalam ilmu gramatika Arab (bahasa Arab), Syamsuddin Muhammad bin Jabir bin Sulthan al-Wadiyasyi dan Abu Muhammad bin Abdul Muhaimin bin Abdul Muhaimin al-Hadhramy dalam ilmu hadis, Abu ‘Abdillah Muhammad al-Jiyani dan Abu al-Qasim Muhammad al-Qashir dalam ilmu fikih, serta mempelajari kitab al-Muwatta’ karya Imam Malik pada Abdullah Muhammad bin Abdussalam. Sedangkan ilmu-ilmu rasional seperti filsafat, teologi, mantik, ilmu kealaman, matematika, dan astronomi dipelajari dari Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ibrahim al-Abili.
Ibnu Khaldun selalu mendapatkan pujian dan kekaguman dari guru-gurunya. Dari sekian banyak guru-gurunya, Ibnu Khaldun menempatkan dua orang gurunya pada tempat yang istimewa dan memberikan apresiasi (penghormatan) yang sangat besar karena keluasan ilmu kedua gurunya ini, yaitu: Pertama, Abu Muhammad bin Abdul Muhaimin bin Abdul Muhaimin al-Hadhramy, yang merupakan imam para ahli hadis dan ilmu nahwu dalam ilmu-ilmu agama di Maroko. Ibnu Khaldun sangat menghargai gurunya ini karena keluasan ilmunya dalam bidang hadis, musthalah hadis, sirah, dan ilmu linguistik/bahasa. Darinya beliau pun mempelajari kitab-kitab hadis, seperti al-Kutub al-Sittah dan al-Muwatta’. Kedua, Abu ‘Abdillah Muhammad bin al- Abili, yang banyak memberikannya pelajaran tentang ilmu-ilmu filsafat, meliputi ilmu mantik, biologi, matematika, astronomi, dan juga musik. Selain memiliki banyak guru yang terkenal pada masanya, Ibnu Khaldun juga mempelajari banyak karya-karya dari para ulama terkemuka bersama gurunya. Disini dapat dikatakan bahwa jenjang pendidikan yang ketat dengan bimbingan banyak guru dan sejumlah kitab yang pernah dipelajari oleh Ibnu Khaldun menggambarkan keluasan ilmu dan kecerdasan beliau yang sangat luar biasa, serta memperlihatkan betapa beliau menjunjung tinggi nilai- nilai moralitas ilmiah. Hal ini juga menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun adalah orang yang memiliki ambisi tinggi, yang tidak puas dengan satu disiplin ilmu saja. Pengetahuannya begitu luas dan bervariasi.
Kehidupan Sosial, Karya dan Wafatnya Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun, seorang filsuf sejarah yang berbakat dan cendikiawan terbesar pada zamannya, salah seorang pemikir terkemuka yang pernah dilahirkan. Sebelum Ibnu Khaldun, sejarah hanya berkisar pada pencatatan sederhana dari kejadian-kejadian tanpa ada pembedaan antara yang fakta dan hasil rekaan.
Ibnu Khaldun hidup pada saat dimana dunia Islam mengalami pergumulan dalam berbagai bidang, sebagai akibat adanya beberapa proses peralihan kekuasaan pemerintahan. Dalam perspektif sejarah Islam, abad keempat belas masehi merupakan masa kemunduran dan perpecahan, Pada masa kemunduran Islam ini, banyak terjadi kekacauan historis yang sangat serius, baik dalam tatanan politik maupun intelektual. Meskipun demikian, masa-masa kekacauan biasanya merupakan kesempatan yang baik bagi lahirnya figur-figur utama yang mempunyai semangat yang tinggi dalam ranah aksi dan pemikiran, seperti kemunculan sejarawan besar Ibnu Khaldun.
Ibnu Khaldun menghabiskan lebih dari dua pertiga umurnya di kawasan Afrika Barat Laut, yang sekarang ini berdiri Negara-negara Tunisia, Aljazair dan Maroko, serta Andalusia yang terletak diujung selatan Spanyol.
Pada zaman itu kawasan tersebut tidak pernah menikmati stabilitas dan ketenangan politik, sebaliknya merupakan kancah perebutan dan pertarungan kekuasaan antar dinasti dan juga pemberontakan sehingga kawasan itu atau sebagian darinya sering berpindah tangan dari satu dinasti ke dinasti yang lain, atau dari satu cabang dinasti ke cabang lain dari dinasti yang sama. Kenyataan tersebut sangat mewarnai kehidupan termasuk karier Ibnu Khaldun. Dia sering berpindah jabatan dan berganti tuan dan pergantian tuan itu tidak selalu dilakukannya karena terpaksa. Tidak jarang dia bergeser loyalitas dari satu dinasti ke dinasti lain, atau cabang satu dinasti ke cabang lain dari dinasti yang sama, dengan sukarela dan berencana berdasarkan perhitungan untung rugi pribadi. Dengan kata lain, Ibnu Khaldun telah membawa pula suasana politik yang sulit dengan perebutan kekuasaan itu, dan melibatkan diri sebagai pemain dalam percaturan politik dikawasan itu.
Meskipun Ibnu Khaldun hidup pada masa dimana peradaban Islam mulai mengalami kehancuran, akan tetapi beliau mampu tampil sebagai pemikir Muslim yang kreatif dan melahirkan pemikiran-pemikiran besar dalam beberapa karyanya.
Karya-karya Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi di antaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).
Dan pada akhirnya Ibnu Khaldun, wafat di Kairo, Mesir. Pada 25 Ramadhan 808 H atau 19 Maret 1406 M.8 Ibn Khaldun meninggal pada usia 74 tahun di Mesir. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman para sufi di luar Bab al-Nashir, Kairo.
Sumber: Ibnu Khaldun, Muqaddimah, terj. Masturi Irham.
Dahlan Malik, Pemikiran Politik Ibnu Khaldun.
Enan, Biografi Ibnu Khaldun, terj. Machnun Husein.