Sejarah

Nyai Ratu Junti, Wanita Sakti dan Sufi

Ilustrasi (dok. Republika)
Ilustrasi (dok. Republika)

NYANTRI--Kisah tentang perempuan sufi banyak termuat dalam sejarah Islam. Sufi terkenal dalam sejarah Islam, khususnya dari kalangan perempuan adalah Rabi’ah Al-Adawiyah. Dia dikenal karena kecintaannya kepada Allah. Dia menganggap tak ada sesuatu apapun yang pantas dicintai lebih besar dari Allah.

Kisah tentang kesufian Rabiah Al-Adawiyah tersebut juga terjadi dalam sejarah Islam Nusantara. Dia juga memiliki kecintaan yang sangat besar kepada Allah. Dia juga perempuan yang sangat menjaga kesuciannya. Perempuan tersebut adalah Nyi Ratu Junti.

Dalam Babad Cirebon Carub Kandha Naskah Tangkil diceritakan bahwa Nyi Ratu Junti selalu menolak untuk bersentuhan dengan laki-laki. Dia juga menghindari lak-laki yang berharap agar dirinya menjadi istrinya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Cerita terkenal tentang Nyi Ratu Junti ini yakni jatuh cintanya Dhampu Awang, seorang juragan yang kaya raya. Dia adalah putra dari Brahmana sakti linuwih. Dhampu Awang sendiri mempunyai kendaraan berupa perahu sakti yaitu bisa terbang di angkasa.

Untuk membuktikan keseriusan cintanya kepada Ratu Junti, Dhampu Awang lalu membawa harta dan kepingan emas yang beraneka ragam untuk dihadiahkannya. Dhampu Awang sampai melempar-lemparkan perhiasan emas ke sembarang tempat di sekitar Keraton Ratu Junti.

Tujuannya agar Ratu Junti bersedia menemuinya dan hatinya luluh. Namun justru kebalikannya, Ratu Junti menolak dan semakin menjauh. Guna menghindari kejaran Dhampu Awang, Junti membuat sayembara yaitu barangsiapa yang bisa membongkar bersih Kuta Bambu Pri dalam semalam, maka ia akan mengabdi kepada orang itu.

Sayembara itu didengar oleh Dhampu Awang lalu dia mengumumkan kepada semua orang “Hey wong Junti, carilah olehmu emas-emasku dalam semalam ini. Oleh itu sediakanlah peralatan untuk menggempur bersih Kuta Bambu Ori Nyi Ratu Janti,” kata Dhampu Awang.

Pengumuman Dhampu awang tersebut direspon oleh warga Junti. Bahkan mereka mengajak keluarganya yang tinggal di desa lain. Mereka membawa peralatan seperti linggis, pacul, wadung, bendo, rimbas dan pedang.

Ketika malam tiba, Dhampu Awang naik perahu dan terbang lalu dari atas menghujaninya emas. Penduduk Junti pun beramai-ramai menggempur Kuta Bambu Ori dan bersih. Kendati Dhampu Awang berhasil memenangkan sayembara, Nyi Ratu Junti melarikan diri bersama putri angkatnya ke Karang Gayam untuk meminta perlindungan kepada Syekh Bentong.

Dhampu Awang tahu Nyi Ratu Junti melarikan diri, dia membuntutinya menggunakan perahu saktinya dari awang-awang. Di saat perahunya berada tepat di atas Syekh Bentong yang sedang berbincang dengan Nyi Ratu Junti , perahunya jatuh ketika terbangun melihat Nyi Ratu Junti sedang berada di depan sesepuh.

Dhampu Awang merasa malu atas perbuatannya yang terus memaksan Nyi Ratu Junti padahal dia telah menolaknya. Dhampu Awang lalu pergi kembali ke negerinya. Dikisahkan dalam buku tersebut, Nyi Ratu Junti masuk Islam dibimbing langsung oleh Syekh Bentong Karang Gayam.

Nyi Ratu Junti kemudian diperistri oleh Syekh Bentong. Syekh Bentong sendiri merupakan putra dari ulama quran dari Karawang yakni Syekh Quro. Dalam buku tersebut juga disebutkan bahwa, Nyi Ratu Junti berguru kepada Syekh Siti Jenar.

Nyi Ratu Junti digambarkan sebagai perempuan yang gemar mengembara menggunakan kereta terbang. Ketika berada di angkasa, kereta terbang tersebut terlihat berkelabat cahayanya yang sekenap musnah kemudian tampak kembali.

Ketika Nyi Ratu Junti asik terbang menggunakan kereta menuju ke arah utara dan barat, ketika tepat di atas Syekh Lemah Abang atau Syekh Siti Jenar, keretanya berputar kencang dan tersedot jatuh hingga hancur berantakan. Namun, Nyi Ratu Junti menyelamatkan diri dengam cara meloncat.

Ketika mengetahui penyebab jatuhnya kereta yang ditumpanginya tersebut, Nyi Ratu Junti berhenti di hadapan Syekh Siti Jenar dan kemudian menjadi santrinya. Nyi Ratu Junti kemudian menjadi sosok perempuan yang sufi. Dia memandang bahwa segalanya hanya tertuju kepada Allah.

Dalam artikel lain disebutkan bahwa Nyi Ratu Junti pemimpin wilayah Kegadengan Junti yang merupakan bahian dari Kesultanan Cirebon dengan Mbah Kuwu Sangkan sebagai Sultan pertama dengan gelar Prabu Abhi Seka Sri Mangana Khalifatur Rasul Sayyidina Panatagama Ratu Aji Caruban Larang.

Dalam masa-masa pemerintahan selanjutnya, wilayah Kagedengan Junti dipimpin oleh seorang Kuwu. Desa Juntiyat merupakan ibu kita Kecamatan Juntiyat wilayah Kabupaten Indramayu.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Patner Resmi Republika.co.id