Adolf Hitler dan Kampanye Anti Rokok
![Adolf Hitler (dok. Wikipedia)](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/news/5mx4d8w1ar.jpg)
Oleh: Dimas Sigit Cahyokusumo, Alumni Program Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik UGM
NYANTRI--Pasca naiknya Adolf Hitler sebagai Fuhrer (pemimpin) Jerman tahun 1930-an dan demi menjaga kemurnian ras Arya, Hitler dengan segala kebijakannya telah melarang tembakau atau rokok. Menurutnya tembakau sebagai bahan dasar rokok dipandang sebagai salah satu ancaman untuk keunggulan dan kemurian ras Arya (racial hygienist) bangsa Jerman. Di mata Hitler tembakau digambarkan sebagai the wrath of the red man against the white man for having been given hard liquor (murka orang merah terhadap orang kulit putih karena diberi minuman keras).
Maksud dari penggambaran itu adalah tembakau dianggap sebagai identifikasi dari ras kulit merah (Indian) sehingga mengonsumsinya dianggap bisa merusak keunggulan ras kulit putih (bangsa Jerman). Dalam kampanye anti-rokok atau tembakau Nazi Jerman juga menyebutkan bahwa tembakau sebagai corrupting force in a rotting civilization that has become lazy (kekuatan yang dapat merusak peradaban, yang membuatnya jadi malas) (Azami, 2019).
Hitler pun sangat benci ketika melihat orang-orang didekatnya yang masih merokok. Hitler juga tidak senang Ketika Eva Braun, teman hidupnya, merokok. Begitupun dengan Hermann Goring, perwira militer Nazi yang sering merokok di tempat umum (Firman, 2017). Sebagai tindak lanjut atas ketidaksukaannya terhadap rokok, Nazi Jerman pada tahun 1939 mulai melakukan kampanye pelarangan rokok di tempat umum, seperti universitas, hotel, rumah sakit, kantor pos, pangkalan udara, gedung-gedung milik Nazi, dan kantor pemerintahan.
Sejak 1941, larangan tersebut diperluas hingga ke bus-bus umum dan kereta api. Stasiun radio di era Nazi Jerman itulah satu-satunya tempat yang diperbolehkan. Di jam-jam tertentu terus-menerus menyiarkan iklan anti rokok (Geerken, 2017). Sehingga dalam praktiknya kebijakan anti-tembakau atau rokok di era Nazi Jerman meliputi: 1). Larangan merokok di area publik. 2). Meningkatkan pajak rokok. 3). Larangan iklan rokok. 4). Larangan merokok bagi perempuan. 5). Larangan merokok bagi remaja (dibawah umur 18 tahun) (Azami, 2019).
Di era Nazi Jerman, masyarakat dengan tegas dan disiplin mempraktikkan apa yang Hitler namakan die Volksgesundheit (kesehatan masyarakat) dan kewajiban untuk hidup sehat, yang diterapkan kepada seluruh warga Jerman. Maka di tahun 1941 sebuah Institut Riset Bahaya Tembakau didirikan di Universitas Jena. Institut ini bertugas sebagai pusat riset yang mengkaji tentang bahaya penggunaan tembakau atau rokok. Sebelum perang dunia II berakhir di musim semi 1945, Universitas Jena mempublikasikan selebaran anti-rokok yang diberi judul Reine Luft (udara segar). Meski pada saat itu Jerman sudah tinggal puing-puing berserakan dan sudah tidak ada lagi yang disebut udara segar, melainkan udara asap, bara api, dan bau mayat akibat kekalahan Jerman dari Uni Soviet.
Walau demikian, kampanye anti-rokok Hitler ini pernah meraih sukses, konsumsi tembakau di Jerman tahun 1944 bisa dipangkas hingga hanya 743 gram per kepala, sementara di tahun yang sama, konsumsi tembakau di Amerika Serikat 3.039 gram per kepala. Jika bisa dikatakan untuk sementara waktu, kampanye anti-rokok ini merupakan tanggung jawab dan kebijakan yang jauh ke depan dalam bidang Kesehatan, yang menghasilkan masyarakat Jerman yang sehat dan kuat (Geerken, 2017).
Daftar Referensi
Azami. (2019, Desember 10). Gerakan Antitembakau dan Manifestasi Ideologi Fasisme Nazi. Retrieved from bolehmerokok.com.
Firman, T. (2017, April 10). Ketika Hitler Berkampanye Anti-Tembakau. Retrieved from tirto.id.
Geerken, H. (2017). Jejak Hitler di Indonesia. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
![Image](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/profile/thumbs/placeholder.jpg)