Mengenal Kaligrafer Menonjol Abad Pertengahan, Zainab Syahda
NYANTRI--Seni kaligrafi dalam dunia Islam sejak awal perkembangannya tak pernah mati ditelan waktu. Banyak ahli-ahli kaligrafi yang bermunculan dan menghasilkan karya-karya indah. Pesan-pesan ilahi tersampaikan lewat karya seni yang mengagumkan.
Afriza Hanifa dalam artikelnya tentang “Sejarah dan Perkembangan Kaligrafi Arab” yang dimuat republika 2013 lalu menyebutkan bahwa pada generasi awal Islam, kaligafi bukan sesuatu yang diperhatikan. Kaligrafi baru muncul pada abad kedua dan ketiga hijriyah dan terus berkembang pesat serta melahirkan banyak ahli-ahli kaligrafi.
Mengenai berapa jumlah kaligrafer perempuan dalam sejarah Islam tidak dapat dipastikan. Beberapa menyebut bahwa jumlah mereka tidak lebih dari 20 orang. Namun ada pula yang menyebutkan ribuan kaligrafer perempuan yang tersebar di Andalusia.
Tidak tercatatnya dengan baik nama-nama kaligrafer perempuan salah satu penyebabnya karena mereka seringkali menyembunyikan identitasnya sehingga tidak tercatat dalam sejarah. Hanya beberapa yang dapat diketahui generasi sekarang.
Zainab Syahda salah satu kaligrafer yang pernah dimiliki Islam dari kalangan perempuan. Ia salah satu kaligrafer menonjol pada abad pertengahan. Ia mempunyai nama lengkap Zainab Syahda binti Ahmad bin Al-Faraj bin Umar Al-Abri.
Zainab merupakan anak dari Abu Nasr Ahmad bin al-Faraj. Dia dikenal juga sebagai Fahrunnisa, Sittud- Dar dan al-Katiba. Ia dilahirkan di Baghdad, Irak meskipun keluarganya berasal dari Dinawar. Selain seorang kaligrafer ia juga dikenal dengan pekerjaannnya di bidang hukum dan hadis.
Zainab menjadi guru dari khalifah terakhir Abbasiyah yakni Yaqut al Musta’shimi serta menjadi kaligrafer Istana Musta. Yaqut sendiri merupakan seorang kaligrafer yang sangat terkenal. Bahkan ia disebut sebagai kiblat dari karya-karya kaligrafi yang indah.
Ibn Khallikan, sejarawan terkenal zaman itu menyebutkan menyebut bahwa Zainab juga mendapatkan ijazah dari para ilmuwan penting di abad ke-5 hijriyah seperti Abu al-Hattab Nasr bin Ahmad al-Butruvani dan Abu Abdullah Hussain bin Ahmad bin Talha an-Niali.
Kemahirannya di dunia kaligrafi membuat namanya dikenal orang sehingga banyak yang belajar kepadanya. Dari Zainab pula banyak dari mereka yang mendapatkan ijazah. Ia juga dikenal sebagai Siqat al-Dawla karena hubungannya dengan al-Muktafibillah, khalifah Abbasiyah sebagaimana dikutip dari Muslimheritage.com.
Ia meinggal di Baghdad, Irak ketika usianya menginjak hampir 100 tahun pada hari Ahad siang, 13 Muharram, 574 H/1178 M. Ia meninggalkan beberapa karya di Baghdad serta beberapa madrasah.
Dikutip dari ganaislamika.com kaligrafi merupakan seni yang prestisius dalam dunia Islam. Untuk mendapatkan pengakuan sebagai kaligrafer, mereka harus menempuh berbagai tahapan mulai dari pendidikan serta pelatihan-pelatihan yang panjang.
Sebab tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh seorang kaligrafer agar mereka mampu menulis ayat-ayat suci dengan benar. Tidak hanya dituntut menulis dengan benar, namun juga dengan indah. Karena itu, seorang kaligrafer harus memiliki kemampuan menulis yang hebat serta memahami alquran.
Selain seorang kaligrafer, Zainab juga juga dikenal sebagai ahli dibidang hadis, syariah dan sains. Beberapa waktunya ia juga habiskan untuk belajar sastra. Dalam riwayatnya, Zainab mempunyai guru dari sekolah Mesir yakni, Muhammad bin ‘Abdul Malik.
Pada abad pertengahan, Zainab juga bersaing dengan kaligrafer-kaligrafer Muslimah lainnya. Mereka adalah Duhtar-i ibn Mukla Shirazi yang hidup pada abad ke-10 masehi. Ia seorang guru kaligrafi yang terkenal waktu itu.
Kemudian ada Muzna yang juga hidup adap abad ke-10 Masehi. Muzna salah satu juru tulis Khalifah al-Amir an-Nasir li-Dinillah dan juga Abdurrahman III. Selain itu, ada kaligrafer abad pertengahan lainnya yaitu Fatima yang merupakan selir Khalifah Abdurrahman III.