Mengenal Khusyu' dan Bagaimana Menatanya dalam Shalat
NYANTRI--Bagaimana menata khusyu' dalam shalat? Hal itu terkadang tidak terpikirkan dalam melaksanakan shalat. Khusyu' sebenarnya bisa dilatih dan dilakukan dengan pembiasaan.
Ketahuilah bahwa khusyu' itu bermakna tawadhuk. Seperti dalam al-Qur'an surat al-Mukminun ayat 1-2
قد افلح المؤمنون. الذي هم في صلاتهم خاشعون.
Artinya: "Sungguh beruntung orang-orang yang beriman. Yaitu orang yang beruntung dalam sholatnya."
Imam Jalaluddin As-Suyuthy dalam tafsirnya, Tafsir Jalalain mengartikan Khasyiun dengan Mutawadhiun. Apa makna keduanya? Imam Qusyairi dalam kitabnya yang berjudul Risalatul Qusyairiyah mengartikan keduanya seperti di bawah ini.
الخشوع: الإنقياد للحق
Artinya: Khusyuk adalah tunduk kepada Allah (al-Haq)
التواضع هو الاستسلام للحق، و ترك الاعتراض على الحكم
Artinya: Sedangkan tawadhuk adalah menyerahkan diri kepada Allah (al-Haq), dan meninggalkan keberatan (hati) terhadap hukum.
Maka dari itu, khusyu' sangat penting sekali untuk membangun nilai solat itu sendiri. Bahkan karena pentingnya khusyuk, Hudzaifah berkata bahwa, Awal dari apa yang hilang dari agama kalian adalah khusyu'. Dan mereka bertanya perihal khusyu', beliau menjawab bahwa, khusyu' adalah meletekkan hati di antara kekuasaan Allah dengan kepentingan umum.
(Lihat Imam al-Qusyairy, Risalatul Qusyairiyah. Jakarta. Dar al-Kutub al-Islami. 2011. Hlm 183-184)
Imam al-Gazali mengulas beberapa adab dalam shalat, beliau berkata: Sesudah menyucikan diri dari hadath, hal-hal yang mencegah kesucian badan, pakaian dan tempat shalat, setelah itu menutup aurat dari pusar sampai lutut (bagi seorang laki-laki), Bacalah surat al-Nas untuk menghindari dari godaan syeithan, setelah itu hadirkan shalat dan Allah ke (khusyuk) dalam hati, mengkosongkan diri dari kewaswasan, godaan, keragu-raguan yang itu semua sebenarnya asalnya dari setan, dan perhatikan kepada siapa engkau berdiri dan bermunajat. Merasa malulah untuk berdoa atau memohon kepada Allah dengan hati yang lalai dan dada yang sarat dengan tipu daya dunia dan kotoran syahwat.
Imam al-Ghazali melanjutkan: bahwa solatlah seakan engkau melihat Allah. Jika tidak dapat melihat-Nya, maka yakinlah bahwa Allah itu sedang memperhatikanmu. Jika hatimu pun belum hadir, hal ini karena jauhnya Hatimu terhadap Allah.
Bayangkan, ada seorang soleh dari keluargamu sendiri melihatmu untuk mengetahui bagaimana engkau shalat. Maka, Pada saat itu hatimu menjadi khusyuk dan anggota badanmu menjadi tenang. Kembalilah bertanya kepada hatimu, katakan “apakah kamu tidak malu terhadap pencipta dan tuanmu (Allah)?! Apabila kamu mampu shalat dengan khusyuk di dalam pengawasan hamba yang hina dari hamba Allah, yang mana ia tidak pernah memberikan suatu bahaya dan manfaat terhadapmu. Dengan itu, anggota badanmu khusyuk, solatmu bisa baik. Kemudian, sesungguhnya engkau mengetahui bahwa Allah melihatmu, tapi kamu tidak tunduk kepada keagungan-Nya. Apakah Allah Subhana wa ta’ala lebih kecil dari hamba itu?
Imam al-Ghazali hanya mengingatkan bahwa Allah itu lebih berkuasa dari hamba serta ciptaannya, maka tidaklah pantas jika seorang manusia tidak khusyu' dan tidak bisa mengahdirkan Allah dalam hatinya ketika solat.
Yang paling utama dalam hal apapun adalah hati. Maka, bersihkan hati dari kotoran syahwat dan tipu daya dunuawi. Allah menilai Ibadah tergantung pada niatnya, sedangkan tempat niat itu adalah hati.
Allah mengetahui apapun yang manjadi rahasia seseorang serta bisa melihat pada isi hatinya. Dan sesungguhnya Allah menerima shalat seseorang dengan kadar kekhusyuan, tawadhuk, rendah hati di hadapan Allah Subhana wa ta'ala.
(Disarikan dari Imam al-Ghazali. Bidayah al-Hidayah. Bairut. Dar al-Minhaj. 2004. 133-134)
Wallahu a'lam
Penulis: Ahmad Fatoni