News

Madrasah Dihapus di Sisdiknas, Jadi Teringat "Anakmu Sekolah di Madrasah Mana?

Keterangan: Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim
Keterangan: Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim

Sumber Foto: Republika

NYANTRI--Draf Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang disusun oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendibudristek) menuai reaksi keras dari kalangan madrasah. Pasalnya, dalam draf tersebut menghilangkan frasa Madrasah meskipun belum pasti apakah itu di sengaja atau dilakukan dengan sadar.

Bicara madrasah, jadi teringat bagaimana masyarakat di kampung penulis yakni di Sumenep, Madura, Jawa Timur lebih percaya menyekolahkan anaknya ke madrasah daripada sekolah umum. Dari saking kepercayaan mereka yang tinggi kepada madrasah, sekolah-sekolah umum sampai kekurangan murid.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Anakmu kelas berapa sekarang? Sekolah di madrasah mana?,”

Pertanyaan itu selalu muncul di momen tanya jawab antar orang tua mengenai pendidikan anaknya. Itu menandakan bahwa madrasah bukan pendidikan yang harus dihapuskan dari sistem pendidikan di Indonesia karena mereka sudah memercayai pendidikan di madrasah. Sehingga sangat wajar jika menghapus frasa madrasah akan sangat mengganggu guru-guru hingga alumninya.

Apa alasan orang tua lebih memilih menyekolahkan anaknya ke madrasah? Sepengetahuan penulis berdasarkan pengalaman di kampung sendiri, madrasah biasanya turunan dari sistem pendidikan di pondok pesantren. Nilai-nilai keagamaan, akhlak porsinya lebih besar daripada mata pelajaran umum. Itulah alasan orang tua memilih madrasah.

Keberadaan madrasah berikut dengan pondok pesantrennya dan kiai sudah terbukti memberikan pengaruh besar dalam membimbing kehidupan sehari-sehari. Sehingga murid-murid madrasah lebih bisa menjaga sikap meskipun di luar waktu sekolah. Dan tentu biaya pendidikan yang murah menjadi alasan lain mengapa orang tua di kampung penulis diminati. Bahkan madrasah di pesantren bersedia siswanya berhutang membayar biaya pendidikan jika benar-benar orang tua tak memiliki uang.

Penulis sendiri adalah alumni madrasah di pondok pesantren dari tingkat Ibtidaiyah hingga Aliyah. Oleh karena itu sangat merasakan bagaimana dampak positif madrasah dalam pendidikan. Dan perlu diketahuiu bahwa banyak alumni madrasah yang kini menjadi orang penting di negeri ini mulai dari menteri hingga wakil presiden KH. Ma’ruf Amin. Wallahu a’lam.

Tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) Nadirsyah Hosen dalam sebuah pengantar buku Peradaban Sarung menulis kebanyakan sekolah modern telah mencabut akar-akar kemanusiaan. Justru di pesantren mengembalikan kemanusiaan kita. Nadirsyah menambahkan moralitas dan karakter sangat jarang diajarkan di sekolah-sekolah sejak gelombang modernitas memasuki setiap sendi kehidupan. Namun di pesantren, kiai selalu mengajarkan santrinya agar hidup sederhana. Dan ajaran itu turut ditekankan ke dalam sistem pendidikan madrasah mereka.

“Ketika sekolah hanya hanya mengajarkan kecerdasan teknokratis, bukan kecerdasan emansipatoris yang membebaskan dan memanusiakan manusia, pesantren justru sebaliknya. Usaha untuk tetap warasa dan menjadi manusia adalah usaha rintisan pesantren yang tetap lestari hingga kini,” kata Nadirsyah.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Patner Resmi Republika.co.id