Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Sudah Prediksi Khilafah Utsmaniyah Akan Bubar
Sumber Foto: tebuireng.online
NYANTRI--Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siraj mengatakan sebelum bubarnya sistem khilafah utsmaniyah, Hadratussayaikh KH. Hasyim Asy’ari sudah memprediksi hal tersebut akan terjadi karena mereka tak mampu menghadapi musuh-musuhnya. Kiai Hasyim Asy’ari juga sudah menyampaikan bahwa negara-negara Islam akan berdiri sebagai negara sendiri setelah runtuhnya kekhalifaan tersebut.
Oleh karena itu, kata Kiai Said, Kiai Hasyim Asy’ari memikirkan bagaimana Nusantara tidak menjadi negara yang sekuler, radikal atau liberal.
“Maka Hasyim Asy’ari mengeluarkan jargon hubbul wathan minal iman. Sebuah pemikiran dan wawasan yang sangat cerdas mengintegralkan, menyatukan antara semangat wathaniyah, nasional dengan semangat beriman kepada Allah,” kata Kiai Said pada acara webinar Internasional Islam Nusantara Foundation beberapa pekan lalu.
Menurut Kiai Said, ulama dengan pemikiran seperti Kiai Hasyim Asy’ari tak ditemui pada ulama-ulama Timur-Tengah. Kiai Said mengeklaim tak ada ulama Timur Tengah yang nasionalis beriringan dengan semangat beriman kepada Allah SWT.
Begitu sebaliknya, tokoh nasional di Timur-Tengah tetapi mereka bukan pejuang Islam. Adapun Kiai Hasyim Asy’ari dan ulama Nusantara lainnya yakni nasionalis sekaligus mujahid Islam.
Kia Hasyim Asy’ari tak hanya ulama tetapi dia juga pejuang kemerdekaan. Salah satu sumbangsih besarnya kepada Indonesia adalah seruan bahwa umat Islam dengan jarak 94 km di hadapan penjajah hukumnya fardhu ‘ain mengangkat senjata. Sedangkan di luar jarak 94 km hukumnya fardhu kifayah.
Seruan tersebut menjadi cikal bakal dari lahirnya Resolusi Jihad Fisabilillah dan membakar semangat rakyay Surabaya untuk melawan sisa-sisa penjajah. Sehingga mampu meraih kemenangan. Pada 7 Ramadhan 1366 H atau 25 Juli 1947 salah satu momen menyedihkan dalam sejarah bagi bangsa Indonesia karena Kia Hasyim Asy’ari wafat di usia 76 tahun usai kabar jatuhnya kota Malang sebagai kota perjuangan pada agresi Belanda 21 Juli 1947 sampai ke telinganya.
Seketika Kiai Hasyim Asy’ari memegang kepalanya sambil menyebut “Masyaallah, Masyaallah” lalu tak sadarkan diri. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter ia dinyatakan mengalami pendarahan otak yang sangat parah. Kiai Hasyim Asy’ari bahkan tak sempat menemui utusan dari Panglima Sudirman dan Bung Tomo yang ingin menyampaikan kabar buruk tersebut karena sang kiai wafat.