Mengenal Sejarah Dukun, Peran dan Kepercayaan Masyarakat Desa
NYANTRI--Fenomena perdukunan yang kembali dan terus mencuat di Indonesia tidak terlepas dari faktor ekonomi dan sejarah bangsa Indonesia. Sebagai pendahuluan, kita tilik kembali dari segi sejarahnya. Dukun atau orang pintar dalam sejarahnya dirujuk dari perkembangan awal agama kepercayaan yang ada di Nusantara. Bangsa Indonesia telah menganut paham kepercayaan yang bersumber dari Budaya Melayu Lokal, paham ini bisa disebut sebagai “religio magis” atau sebagai pembulatan dan perpaduan yang mengandung beberapa sifat, cara berpikir, prelogis, animisme , pantangan, ilmu gaib dan lain-lain. (Disertasi: Fungsi Sabung Ayam: I Made Weni). Dukun dan orang pintar secara umum dipahami dalam pengertian orang yang memiliki kelebihan dalam hal kemampuan supranatural yang menyebabkannya dapat memahami hal tidak kasatmata serta mampu berkomunikasi dengan arwah dan alam gaib, yang dipergunakan untuk membantu menyelesaikan masalah di masyarakat, seperti penyakit, gangguan sihir, kehilangan barang, kesialan, dan lain-lain. Istilah dukun yang populer di daerah pedesaan itu pada perkembangannya menjadi jarang digunakan. Sebagai gantinya digunakan kata yang lebih halus atau yang lebih mengindikasikan orientasi keagamaan seperti Ki atau Aki, Abah, Haji, Kyai, atau Ustaz, atau Gus agar secara konsensus sosial tidak berbahaya, sehingga dapat mengganggu aktivitas atau kebutuhan mereka.
Kemampuan dukun atau orang pintar ini bersumber atau diperoleh dengan dua cara, yang pertama pemberian dan yang kedua deduktif. Sumber kemampuan gaib yang pertama, ini diberikan kepada orang tertentu secara alamiah yang diturunkan dari para pendahulunya. Dan sumber kemampuan gaib yang kedua, ini diperoleh dengan laku tirakat, hasil belajar, dan proses deduksi ilmu dari orang yang memiliki ilmu dan layak disebut guru. Dari kedua sumber ini, sumber kedua memiliki kualitas yang tidak atau kurang sepadan dengan sumber pertama.
Dukun atau orang pintar mempunyai peran signifikan, terutama di masyarakat desa. Peran tersebut teridentifikasi di antaranya:
1. Dukun Beranak atau disebut juga dengan dukun bayi, berperan seperti bidan dalam membantu proses persalinan.
2. Dukun Pijet berkeahlian dalam pijat-memijat, membantu menyelesaikan masalah pada tubuh atau anggota tubuh yang sakit atau kurang berfungsi dengan baik, misalnya badan pegal-pegal atau kaki keseleo karena terjatuh/kecelakaan, dll.
3. Dukun Parewangan/Dukun Suwuk atau disebut juga dengan cenayang, dapat bertindak sebagai medium perantara agar dapat berhubungan dengan makhluk gaib/alam gaib, di samping keahlian utama dalam mengobati berbagai macam penyakit, mulai dari penyakit fisik, mental, spiritual, dan juga yang berkaitan dengan aspek sosial.
4. Dukun Calak membantu proses khitan.
5. Dukun Wiwit membantu pada ritual pemungutan hasil panen dan spesialis upacara ritual.
6. Dukun Penganten membantu pada acara ritual dan upacara pernikahan.
7. Dukun Petungan, ahli dalam peramalan menggunakan angka dan metode numerik dalam perhitungan hari baik untuk melangsungkan pernikahan, memulai suatu bisnis, suatu hajat, dll.
8. Dukun Sihir/Dukun Tenung/Dukun Santet, ahli sihir
9. Dukun Susuk memiliki keahlian dalam menggunakan jenis logam tertentu atau batu khusus untuk membantu klien mengumpulkan kekuasaan, kekuatan, atau kecantikan.
10. Dukun Jampi merupakan jenis dukun yang memanfaatkan tanaman herbal dan tanaman masyarakat asli lainnya untuk menyembuhkan orang.
11. Dukun Japa, berkeahlian dalam memberikan mantra-mantra atau jampi-jampi.
12. Dukun Siwer memiliki keahlian khusus dalam mencegah suatu keadaan alam yang pada waktu tertentu tidak dikehendaki, misalnya mencegah agar hujan tidak turun pada saat diadakannya suatu acara, dll.
Tidak semua keahlian dalam setiap jenis dukun itu dimiliki serta dilakukan oleh seorang dukun. Umumnya seorang dukun memiliki semua kapasitas perdukunan tersebut, kecuali dalam hal pijat dan persalinan. Jenis dukun calak untuk melakukan khitan juga tidak dimiliki oleh setiap dukun, sebab kemampuan dukun calak lebih cenderung menekankan ke bidang pengobatan daripada hal gaib. Dengan begini kita dapat mengetahui dukun dengan pendekatan pengobatan alternatif dengan dukun dengan bantuan gaib, yang dalam praktiknya bisa ditengarai dengan ritual yang wajar dalam wilayah pendekatan agama atau kepercayaan tertentu.
Kemudian dari segi ekonomi dan pengeluaran biaya, pergi ke dukun relatif lebih murah, bahkan seikhlasnya tanpa mematok tarif. Selain itu, masyarakat desa lebih menaruh keyakinan kepada dukun karena aksioma yang terbentuk dari orang tua-orang tua sebelumnya. Integritas dukun dari zaman ke zaman semakin menancapkan kepercayaan masyarakat desa. Tidak dipungkiri, masih banyak ditemukan orang kota menjadikan dukun sebagai alternatif terakhir ketika medis tidak menyelesaikan permasalahan mereka. Tentu ini bagian dari lokalitas masyarakat desa yang bereputasi. Atas reputasi dan integritas ini, kemudian sering ada pihak-pihak yang memanipulasi diri dengan cara instan menipu masyarakat. Bermodal atribut dan penampilan ala dukun atau ala kiai, mereka mengatasnamakan agama muncul dan membuka praktik-praktik perdukunan. Di zaman modern, penipuan semacam ini masih kerap kali terjadi di Indonesia bahkan di negara lain salah satunya di Amerika Serikat. Faktor pertama, seperti yang sudah dijelaskan di atas, kelekatan kepercayaan dan ketergantungan masyarakat desa, dan faktor lainnya adalah kebuntuan penyelesaian masalah tertentu. Tentu ini melukai profesi perdukunan yang sepanjang perkembangannya dalam sejarah dan budaya Indonesia memiliki integritas dan peran signifikan di masyarakat. Sudah saatnya masyarakat lebih cerdas dalam konteksnya dengan dukun yang memiliki praktik dan perilaku menyimpang dari ajaran agama.
Sumber:
(1) Animisme yang penulis kutip dan kehendaki maksudnya di atas merujuk pada pemaparan KH Agus Sunyoto dalam bukunya Atlas Wali Songo. Animisme yang pada dasarnya adalah agama kuno penduduk Nusantara, yang di Pulau Jawa dikenal dengan sebutan Kapitayan. Baca lebih lanjut di Buku Atlas Wali Songo, KH. Agus Sunyoto.
(2) Haryanto, Bangun Sentosa D. (2015-12-31). “The Dukuns of Madura: Their Types and Sources of Magical Ability in Perspective of Clifford Geertz and Pierre Bourdieu”.
(3) Ibid.
(4) Arini, Ratih Tyas; Alimi, Moh Yasir; Gunawan (2016-08-22). “The Role of Dukun Suwuk and Dukun Prewangan in Curing in Kediri Community”.
Arif A’abadia