Ini Penjelasan Lama Iktikaf Menurut Empat Imam Madzhab
NYANTRI--Rasulullah mencontohkan sepanjang hidupnya pada sepuluh terakhir ramadhan melakukan iktikaf. Menurut mayoritas ulama, iktikaf dianjurkan dengan tujuan membersihkan hati dan mengharapkan ridha Allah. Apalagi pada malam sepuluh terakhir ramdhan itu juga diyakini akan turun malam istimewa yakni malam lailatul qadar atau lebih baik dari seribu bulan.
Berapa minimal waktu iktikaf untuk dilaksanakan sesuai anjuran ulama? Ada beberapa pendapat dari imam madzhab tentang ini. Namun pada dasarnya, iktikaf disunnahkan dilakukan kapanpun baik ketika ramadhan atau di bulan lain.
Menurut kalangan Hanafiyyah minimal waktu iktikaf itu sebentar yang tidak terbatas waktunya, Asal berdiam diri di masjid dan dilakukan dengan niat yang telah ditentukan. Madzhab ini juga tidak mensyaratkan puasa di dalam sunnah iktikaf. Seseorang dapat melakukan satu bagian dari ibadah dalam beriktikaf, berapapun.
Baca Juga: https://nyantri.republika.co.id/posts/110946/halhal-yang-dianjurkan-dalam-melaksanakan-itikaf
Berbeda dengan pendapat Madzhab Maliki, waktu iktikaf batas minimalnya adalah sehari-semalam. Namun, seyogyanya seseorang tidak kurang dari sepuluh hari dalam beriktikaf. Dalam madzhab ini mewajibkan secara mutlak puasa, baik pada bulan ramdlan atau tidak. Maka tidak sah iktikafnya tanpa puasa walaupun dalam keadaan udzur. Maka apabila tidak mampu, seseorang tidak mendapatkan kesunnahan iktikaf.
Kalanga Imam Syafi’i berpendapat tidak jauh berbeda dengan Imam Abu Hanafi, bahwa Iktikaf itu cukup dilakukan dengan berdiam sementara dengan kadar lebih dari satu tuma’ninah dalam ruku’ atau sebagainya, seseorang tidak wajib berdiam dengan kadar waktu lama di dalam masjid, asal dilakukan dengan niat iktikaf, seseorang sudah mendapatkan kesunnahan tersebut.